Info Penting
Kamis, 08 Mei 2025
  • PSB TPQ/TK/SDI/MTs Darul Hasanah Sudah dibuka Segera daftarkan Putra Putri Anda || Info pendaftaran Hub: 08562599768
  • PSB TPQ/TK/SDI/MTs Darul Hasanah Sudah dibuka Segera daftarkan Putra Putri Anda || Info pendaftaran Hub: 08562599768
28 April 2025

Pendidikan Politik : Kekuasaan – Antara Hak dan Kebatilan

Sen, 28 April 2025 Dibaca 24x

Di tengah padang Dzi Qār, sebuah peristiwa kecil namun sarat makna terjadi—sebuah pelajaran tentang makna kepemimpinan dan nilai sejati dari kekuasaan.

عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ:
«دَخَلْتُ عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ (عَلَيْهِ السَّلَامُ) بِذِي قَارٍ، وَهُوَ يَخْصِفُ نَعْلَهُ».

‘Abdullāh bin ‘Abbās berkata: Aku masuk menemui Amīr al-Mu’minīn ‘alaihis-salām di Dzi Qār, sementara beliau sedang menjahit sandal miliknya.’

Sebuah pemandangan yang mungkin tampak biasa bagi yang melihat dengan mata lahir. Tapi bagi yang menatap dengan hati, di sanalah terpancar ajaran tentang kerendahan hati dan keteguhan prinsip.

فَقَالَ لِي:
«مَا قِيمَةُ هَذَا النَّعْلِ؟»
فَقُلْتُ: لَا قِيمَةَ لَهَا.

“Lalu ia berkata kepadaku: ‘Apa nilai dari sandal ini?’ Aku menjawab: ‘Tidak ada nilainya.’”

فَقَالَ (عَلَيْهِ السَّلَامُ):
«وَاللهِ، لَهِيَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ إِمْرَتِكُمْ، إِلَّا أَنْ أُقِيمَ حَقّاً، أَوْ أَدْفَعَ بَاطِلًا».

Ia pun berkata: ‘Demi Allah, sandal ini lebih aku cintai daripada kekuasaan atas kalian, kecuali jika dengan itu aku dapat menegakkan kebenaran atau menolak kebatilan.’

Ucapan itu bukan sekadar retorika seorang pemimpin, melainkan cerminan dari visi kepemimpinan yang hakiki. Kekuasaan baginya tidak lebih berharga dari sepotong sandal usang—kecuali bila ia menjadi sarana untuk menegakkan hak atau meruntuhkan kebatilan. Itulah puncak ketulusan dalam berkuasa.

Dalam pandangan dunia yang diwarnai oleh perebutan tahta dan kedudukan, kekuasaan kerap menjadi tujuan akhir. Ia menjadi tempat bertenggernya syahwat, wadah memuaskan dahaga akan dominasi, serta panggung untuk menampilkan keunggulan.

Namun sejatinya, الرِّئَاسَةُ وَالْحُكُومَةُ—kepemimpinan dan pemerintahan—bukanlah apa-apa selain sarana. Ia bisa menjelma menjadi godaan duniawi, namun juga bisa menjadi kendaraan spiritual bagi siapa yang menjadikannya amanah.

إِنَّ الرِّئَاسَةَ وَالْحُكُومَةَ مَا هِيَ إِلَّا وَسِيلَةٌ لِإِشْبَاعِ غَرِيزَةِ حُبِّ السُّلْطَةِ وَالتَّفَوُّقِ، وَوَاحِدَةٌ مِنَ اللَّذَّاتِ الْمَادِّيَّةِ.

“Kepemimpinan dan kekuasaan, pada hakikatnya hanyalah sarana untuk memuaskan naluri cinta kekuasaan dan keunggulan, serta salah satu kenikmatan duniawi.”

Namun berbeda halnya dengan orang-orang yang menjadikan kekuasaan sebagai jalan menuju keadilan. Mereka adalah para penjaga nurani zaman. Bagi mereka, kenikmatan hakiki dari kekuasaan tidak terletak pada tahta, melainkan pada terwujudnya keadilan dan runtuhnya kebatilan.

أَمَّا إِقَامَةُ الْعَدْلِ وَإِزْهَاقُ الْبَاطِلِ فَهُمَا دَلِيلَانِ عَلَى الْإِنْسَانِيَّةِ، يُحَقِّقَانِ لِلْإِنْسَانِ لَذَّةً رُوحِيَّةً وَمَعْنَوِيَّةً.

“Adapun menegakkan keadilan dan menghapus kebatilan, keduanya adalah tanda-tanda kemanusiaan sejati, yang memberi manusia kenikmatan rohani dan maknawi.”

Seseorang yang menjadikan kekuasaan hanya sebagai alat untuk menikmati dunia, akan merasa puas hanya dengan duduk di kursi pemerintahan. Tapi bagi insan yang realistis, yang memandang kekuasaan dengan mata hati, maka tidak ada kenikmatan dalam kekuasaan itu sendiri kecuali bila menjadi jalan untuk إِقَامَةُ الْحَقِّ وَدَفْعُ الْبَاطِلِ—menegakkan kebenaran dan menyingkirkan kebatilan.

Dan jika ia tak bisa melakukan itu, maka baginya kekuasaan tidaklah lebih berarti daripada sandal yang rusak dan tak berharga.